A. Latar Belakang
Bahasa hadir dimana-mana, tembus sampai ke pikiran, mengantarai hubungan kita dengan orang lain dan bahkan meresap ke dalam impian. Jelaslah bahwa masyarakat tidaklah mungkin ada tanpa bahasa. Demikian terbiasanya dengan bahasa hingga manusia cenderung menganggapnya biasa-biasa saja. Banyak orang, bahkan yang berpendidikan sekalipun, kurang memahami hakikat yang sebenarnya. Secara berangsur-angsur, para ilmuwan bahasa semakin menghayati alat komunikasi yang ampuh ini. Penting penghayatan akan bahasa ini banyak alasannya, diantaranya banyak persoalan tentang bahasa, ada masalah yang berkaitan dengan disiplin ilmu, dan pengertian akan hakikat kodrat bahasa penting bagi siapa saja.
Keanekaragaman struktur bahasa dan unsur-unsur kebahasaan merupakan sesuatu yang sangat komplek dan sulit dipahami. Namun, hal itu merupakan kebutuhan ilmiah dibidang lunguistik. Hasil yang dicapai sangat bermanfaat terutama dalam menyusun kamus bahasa. Secara umum, ruang lingkup sistem kebahasaan yang mengikat setiap bahasa relatif sama yaitu meliputi sistem fonologi (tata bunyi), sistem morfologi (pembentukan kata), sintaksis (pembentukan kalmat), dan semantik (masalah makna).
Keanekaragaman struktur bahasa dan unsur-unsur kebahasaan merupakan sesuatu yang sangat komplek dan sulit dipahami. Namun, hal itu merupakan kebutuhan ilmiah dibidang lunguistik. Hasil yang dicapai sangat bermanfaat terutama dalam menyusun kamus bahasa. Secara umum, ruang lingkup sistem kebahasaan yang mengikat setiap bahasa relatif sama yaitu meliputi sistem fonologi (tata bunyi), sistem morfologi (pembentukan kata), sintaksis (pembentukan kalmat), dan semantik (masalah makna).
B. Rumusan Masalah
- Apa yang dimaksud fonologi dalam tataran linguistik umum?
- Apa yang dimaksud morfologi dalam tataran linguistik umum?
- Apa yang dimaksud sintaksis dalam tataran linguistik umum?
C. Tujuan
- Mengetahui fonologi dalam tataran linguistik umum.
- Mengetahui morfologi dalam tataran linguistik umum.
- Mengetahui sintaksis dalam tataran linguistik umum.
PEMBAHASAN
A. FONOLOGI
Untuk lebih jelasnya kalau kita perhatikan baik-baik ternyata bunyi [i] yang terdapat pada kata-kata [intan], [angin], dan [batik] adalah tidak sama. Begitu juga bunyi [p] pada kata inggris , , dan , juga tidak sama. Ketidaksamaan bunyi [i] dan bunyi [p] pada deretan kata-kata diatas itulah sebagai salah satu contoh objek atau sasaran studi fonetik.Dalam kajiannya fonetik, akan berusaha mendeskripsikan perbedaan bunyi-bunyi itu serta menjelaskan sebab-sebabnya. Sebaliknya, perbedaan bunyi [p] dan [b] yang terdapat misalnya pada kata [paru] dan [baru] adalah menjadi contoh sasaran studi fonemik, sebab perbedaan bunyi [p] dan [b] itu menyebabkan berbedanya makna kata [paru] dan [baru] itu.
1. Fonetik
Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam mengahasilkan bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan. Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam. Sedangkan fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita.
Dari ketiga jenis fonetik ini yang paling berurusan dengan ilmu linguistik adalah fonetik artikulatoris sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia. Sedangkan fonetik akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika, dan fonetik auditoris lebih berkenaan dengan bidang kedokteran.
2. Fonemik
Untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, kita harus mencari sebuah satuan bahasa, biasanya sebuah kata, yang mengandung bunyi tersebut, lalu membandingkannya dengan satuan bahasa lain yang mirip dengan satuan bahasa yang pertama. Kalau ternyata kedua satuan bahasa itu berbeda maknanya, maka berarti bunyi tersebut adalah sebuah fonem, karena dia bisa atau berfungsi membedakan makna kedua satuan bahasa itu.
Fonem itu berjenis-jenis. John Lyons (1968), Pater Ladefoged (1975), Gleason (1958) mengatakan bahwa fonem setiap bahasa dapat dibagi atas :
- Fonem segmental adalah fonem yang dapat dianalisis keberadaanya. Fonem segmental dapat dibagi atas vokal dan konsonan.
- Fonem suprasegmental adalah fonem yang keberadaannya harus bersama-sama fonem segmental.
B. MORFOLOGI
1. Pengertian morfologi
Morfologi adalah bagian linguistik yang mempelajari morfem. Morfologi mempelajari dan menganalisis struktur, bentuk, klasifikasi kata-kata. Dalam linguistic bahasa Arab morfologi ini adalah tashrif yaitu perubahan satu bentuk (asal) kata menjadi bermacam-macam bentukan untuk mendapatkan makna yang berbeda, yang tanpa perubahan ini, makna yang berbeda itu akan terlahirkan.
Dalam pembahasan mengenai fonologi, kita memahami bahwa fonem adalah kesatuan bunyi terkecil yang membedakan arti, seperti pada pasangan mata-mati, kedua bunyi /a/ dan /i/ adalah dua fonem yang membedakan arti. Sekarang kalau kata mati itu dirubah menjadi kematian atau mati- matian maka dua kata terakhir ini adalah bentukan baru yaitu dengan menambahkan ke dan an dan pengulangan mati ditambah an. Dua kata baru ini mempunyai arti yang berbeda dari makna kata asal mati. Perubahan-perubahan bentuk inilah yang dipelajari morfologi (morphe = form = bentuk). Karena itu ada yang memberi definisi morfem sebagai satu satuan bentuk terkecil yang mempunyai arti. Morfologi ini bukan hanya mencakup studi sinkronik (morphemic), tapi juga sejarah dan perkembangan dan pembentukan kata (historial morphology).
Untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut didalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Kalau bentuk tersebut ternyata bisa hadir secara berulang-ulang dengan bentuk lain maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem. Sebagai contoh (1) : Kedua, ketiga, kelima, ketujuh, dsb.
Ternyata juga semua bentuk ke pada contoh (1) diatas dapat disegmentasikan sebagai satuan tersendiri dan yang mempunyai makna yang sama, yaitu menanyakan tingkat atau derajat. Dengan demikian bentuk ke pada contoh diatas, karena merupakan bentuk terkecil yang berulang-ulang dan mempunyai makna yang sama, bisa disebut sebagai sebuah morfem. Sekarang perhatikan bentuk ke pada contoh (2) berikut : kepasar, kekampus, kedapur, dsb.
Ternyata juga bentuk ke pada contoh (2) dapat disegmentasikan sebagai satuan tersendiri dan juga mempunyai arti yang sama, yaitu menyatakan arah atau tujuan. Dengan demikian bentuk ke pada contoh diatas juga adalah morfem.
Dari contoh (1) dan (2) keduanya merupakan morfem yang berbeda, meskipun bentuknya sama. Jadi kesamaan arti dan kesamaan bentuk merupakan cirri atau identitas sebuah morfem.
Sekarang perhatikan contoh (3) yang juga terdapat pada contoh sebelumnya, kemudian bandingkan dengan bentuk-bentuk lain yang ada pada contoh (3) : meninggalkan, ditinggal, tertinggal, peninggalan, dsb.
Dari contoh diatas ternyata ada bentuk yang sama, yang dapat disegmentasikan dari bagian unsur-unsur lainnya. Bagian yang sama itu adalah bentuk tinggal atau ninggal (tentang perubahan bunyi t- menjadi bunyi n-). Maka, disini pun bentuk tinggal adalah sebuah morfem, karena bentuknya sama dan maknanya juga sama.
Untuk menentukan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan, kita memang harus mengetahui atau mengenal maknanya. Perhatikan contoh (4) : menelantarkan, telantar, lantaran. Dari contoh tersebut, meskipun bentuk lantar terdapat berulang-ulang, tapi bentuk lantar itu bukanlah sebuah morfem, karena tidak ada maknanya. Lalu, ternyata kalau bentuk menelantarkan memang punya hubungan dengan terlantar, tetapi tidak punya hubungan dengan lantaran.
2. Identifikasi morfem
Untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut didalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Kalau bentuk tersebut ternyata bisa hadir secara berulang-ulang dengan bentuk lain maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem. Sebagai contoh (1) : Kedua, ketiga, kelima, ketujuh, dsb.
Ternyata juga semua bentuk ke pada contoh (1) diatas dapat disegmentasikan sebagai satuan tersendiri dan yang mempunyai makna yang sama, yaitu menanyakan tingkat atau derajat. Dengan demikian bentuk ke pada contoh diatas, karena merupakan bentuk terkecil yang berulang-ulang dan mempunyai makna yang sama, bisa disebut sebagai sebuah morfem. Sekarang perhatikan bentuk ke pada contoh (2) berikut : kepasar, kekampus, kedapur, dsb.
Ternyata juga bentuk ke pada contoh (2) dapat disegmentasikan sebagai satuan tersendiri dan juga mempunyai arti yang sama, yaitu menyatakan arah atau tujuan. Dengan demikian bentuk ke pada contoh diatas juga adalah morfem.
Dari contoh (1) dan (2) keduanya merupakan morfem yang berbeda, meskipun bentuknya sama. Jadi kesamaan arti dan kesamaan bentuk merupakan cirri atau identitas sebuah morfem.
Sekarang perhatikan contoh (3) yang juga terdapat pada contoh sebelumnya, kemudian bandingkan dengan bentuk-bentuk lain yang ada pada contoh (3) : meninggalkan, ditinggal, tertinggal, peninggalan, dsb.
Dari contoh diatas ternyata ada bentuk yang sama, yang dapat disegmentasikan dari bagian unsur-unsur lainnya. Bagian yang sama itu adalah bentuk tinggal atau ninggal (tentang perubahan bunyi t- menjadi bunyi n-). Maka, disini pun bentuk tinggal adalah sebuah morfem, karena bentuknya sama dan maknanya juga sama.
Untuk menentukan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan, kita memang harus mengetahui atau mengenal maknanya. Perhatikan contoh (4) : menelantarkan, telantar, lantaran. Dari contoh tersebut, meskipun bentuk lantar terdapat berulang-ulang, tapi bentuk lantar itu bukanlah sebuah morfem, karena tidak ada maknanya. Lalu, ternyata kalau bentuk menelantarkan memang punya hubungan dengan terlantar, tetapi tidak punya hubungan dengan lantaran.
3. Morfem, Morf dan Alomorf
Seperti halnya dengan bunyi fonetis semata-mata, yang dilambangkan dengan mengapitnya diantara kurung persegi, dan dengan fonem- fonem yang diapit diantara garis kanan, maka morfemmorfem-morfem lazim dilambangkan dengan mengapitnya diantara kurung kurawal. Misalnya, kata Inggris comfort dilambangkan sebagai { comfort }, comfortable sebagai { comfort }+ {-able}, uncomfortable sebagai {comfort}+{-able} dulu, baru {un-}+ {comfortable}, atau (dalam satu rumus) {{un-}{{comfort}{-able}}} (namun rumus ”ganda” seperti itu hanya mungkin bila semua morfem adalah morfem segmental).
Berbeda dengan morfem itu, almorf-almorfnya adalah jauh lebih konkret, meskipun tetap tidak mutlak perlu berupa segmental. Akan tetapi demi perian yang mudah kita sering membutuhkan suatu bentuk yang kelihatannya cukup konkret. Bentuk konkret yang demikian disebut “morf”.
Jadi, alomorf adalah perwujudan konkret (didalam pertuturan) dari sebuah morfem. Setiap morfem tentu mempunyai alomorf, entah satu, entah dua atau juga enam buah. Atau bisa juga dikatakan morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk semua bentuk yang belum diketahui statusnya, sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui status morfemnya.
4. Klasifikasi morferm
Morfem-morfem dalam setiap bahasa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria. Antara lain berdasarkan kebebasannya, keutuhannya,maknanya, dsb [6]
- Morfem bebas dan morfem terikat
Morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. Contohnya adalah semua afiks dalam bahasa Indonesia.
- Morfem utuh dan morfem terbagi
Sedangkan contoh morfem terbagi (adalah sebuah morfem yang terdiri dari dari dua buah bagian yang terpisah. Umpamanya pada kata Indonesia kesatuan terdapat satu morfem utuh, yaitu {satu} dan satu morfem terbagi, yakni {ke-/-an}. Dalam bahasa Arab, dan juga bahasa Ibrani, semua morfem akar untuk verba adalah morfem terbagi, yang terdiri atas tiga buah konsonan yang dipisahkan oleh tiga buah vocal, yang merupakan morfem terikat yang terbagi pula. Misalnya morfem akar terbagi {k,t,b} ‘tulis’ merupakan dasar untuk kata-kata : kataba (ia laki-laki telah menulis), katabat (ia perempuan telah menulis,), maktabun (perpustakaan).
- Morfem segmental dan morfem suprasegmental
- Morfem beralomorf zero
- Morfem bermakna leksikal dan morfem tak bermakna leksikal
5. Jenis -Jenis Morfem [7]
- Morfem pangkal adalah morfem dasar yang bebas, contohnya: do dalam undo hak dalam berhak.
- Morfem akar adalah morfem dasar yang berbentuk terikat. Agar menjadi bentuk bebas, akan harus mengalami pengimbuhan.
- Morfem pradasar adalah bentuk yang membutuhkan pengimbuhan atau pengklitikan atau pemajemukan untuk menjadi bentuk bebas.
C. SINTAKSIS
Kata sintaksis berasaldari kata Yunani (sun = ‘dengan’ + tattein ‘menempatkan’. Jadi kata sintaksis secara etimologis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.[8] Sintaksis adalah tata bahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan[9]. Sama halnya dengan morfologi, akan tetapi morfologi menyangkut struktur gramatikal di dalam kata.Unsur bahasa yang termasuk di dalam sintaksis adalah frase, kalusa,dan kalimat. Tuturan dalam hal ini menyangkut apa yang dituturkan orang dalam bentuk kalimat.1. Pengertian Sintaksis
Ramlan (1981:1) mengatakan: “Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase .”.
2. Kata sebagai Satuan Sintaksis
3. Definisi & Jenis - Jenis Frase
Frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi satah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.
Frase tidak memiliki makna baru, melainkan makna sintaktik atau makna gramatikal bedanya dengan kata majemuk yaitu kata majemuk sebagai komposisi yang memiliki makna baru atau memiliki satu makna.
Jenis Frase :
- Frase eksosentrik adalah frase yang komponen komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Misalnya, frase di pasar, yang terdiri dari komponen di dan komponen pasar. Frase eksosentirk biasanya dibedakan atas frase eksosentrik yang direktif dan frase eksosentrik yang nondirektif.
- Frase endosentrik adalah frase yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki perilaku sintaksias yang sama dengan keseluruhannya. Misalnya, sedang komponen keduanya yaitu membaca dapat menggantikan kedudukan frase tersebut.
- Frase koordinatif adalah frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat dan secara potensial dapat dihubungkan oleh kunjungsi koordinatif.
- Frase apositif adalah frase koordinatif yang kedua k komponenanya saling merujuk sesamanya, dan oleh karena itu urutan komponennya dapat dipertukarkan.
4. Pengertian Klausa
Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat; dan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek, dan sebagai keterangan. Badudu (1976 : 10) mengatakan bahwa klausa adalah “sebuah kalimat yang merupakan bagian daripada kalimat yang lebih besar.”Sebuah konstruksi disebut kalimat kalau kepada konstruksi itu diberikan intonasi final atau intonasi kalimat. Jadi, konstruksi nenek mandi baru dapat disebut kalimat kalau kepadanya diberi intonasi final kalau belum maka masih berstatus klausa.Tempat klausa adalah di dalam kalimat.
Berdasarkan strukturnya dapat dibedakan adanya klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas dalah klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subyek dan predikat, dan karena itu mempunyai potensi untuk menjadi kalimat mayor. Klausa terikat memiliki struktur yang tidak lengkap.
Berdasarkan kategori unsur segmental yang menjadi predikatnya dapat dibedakan adanya klausa verbal, klausa nominal, klausa ajektival, klausa adverbial dan klausa preposisional. Dengan adanya berbagai tipe verba, maka dikenal adanya klausa transitif, klausa intransitif, klausa refleksif dan klausa resprokal.
Klausa ajektival adalah klausa yang predikatnya berkategori ajektiva, baik berupa kata maupun frase. Klausa adverbial adalah klausa yang predikatnya berupa adverbial. Klausa preposisional adalah klausa yang predikatnya berupa frase berkategori.
Klausa numeral adalah klausa yang predikatnya berupa kata atau frase numerila. Klausa berupasat adalah klausa yang subjeknya terikat didalam predikatnya, meskipun di tempat lain ada nomina atau frase nomina yang juga berlaku sebagai subjek.
5. Definisi Kalimat
Ramlan (1981:6) mengatakan : “kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik”. Kalimat merupakan satuan atau deretan kata-kata yang memiliki intonasi tertentu sebagai pemarkah keseluruhannya dan secara ortografi biasanya diakhiri tanda titik atau tanda akhir lain yang sesuai.Kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Dalam kaitannya dengan satuan-satuan sintaksis yang lebih kecil (kata, frase, dan klausa) kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final. Intonasi final yang ada yang memberi ciri kalimat ada tiga buah, yaitu intonasi deklaratif, intonasi interogratif (?) dan intonasi seru (!)
Jenis kalimat dapat dibedakan berdasarkan berbagai, kriteria atau sudut pandang. Kalimat inti dan Kalimat Non Inti Kalimat inti atau disebut kalimat dasar, adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat deklaratif, aktif, atau netral, dan afirmarif. Di dalam praktek berbahasa, lebih banyak digunakan kalimat non inti daripada kalimat inti.
- Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk
- Kalimat Mayor dan Kalimat Minor
- Kalimat Verbal dan Kalimat Non-Verbal
- Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat
Dalam bahasa Indonesia intonasi tidak berlaku pada tataran fonologi dan morfologi, melainkan hanya berlaku pada tataran sintaksis. Intonasi merupakan ciri utama yang membedakan kalimat dari sebuah klausa. Ciri-ciri intonasi berupa tekanan tempo dan nada.
6. Pengertian Wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan gramatikal tertinggi atau terbesar. Persyaratan gramatikal dalam wacana akan terpenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina kekhohesian maka akan terciptalah erensian.Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi kohesif antara lain : konjungsi, kedua menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis, ketiga menggunakan elipsis.
Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koherens dapat juga dibuat dengan bantuan pelbagai aspek semantik.
Berbagai jenis wacana sesuai dengan sudut pandang dari mana wacana itu dilihat. Pertama-tama di lihat adanya wacana lisan dan wacana tulis berkenaan dengan sarannya, yaitu bahasa lisan dan bahasa. Dilihat dari penggunaan bahasanya ada wacana prosa dan wacana puisi.
Wacana adalah satuan bahasa yang utuh dan lengkap, maksudnya adalah wacana ini satuan ”ide” atau ”pesan” yang disampaikan akan dapat dipahami pendengar atau pembaca tanpa keraguan, atau tanpa merasa adanya kekurangan informasi dari ide atau pesan yang tertuang dalam wacana itu.
SIMPULAN
Ruang lingkup sistem kebahasaan yang mengikat setiap bahasa relatif sama yaitu meliputi sistem fonologi (tata bunyi), morfologi (pembentukan kata), sintaksis (pembentukan kalmat). Fonologi merupakan bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtunan bunyi-bunyi bahasa. Menurut hierarki satuan bunyi yang menjadi objek studinya, fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik.
Morfologi mempelajari dan menganalisis struktur, bentuk, klasifikasi kata-kata. Dalam kajian morfologi dikenal istilah morferm yang didalamnya terdapat jenis dan klasfikasi dari morferm itu sendiri.
Sintaksis adalah tata bahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan. Tuturan dalam hal ini menyangkut apa yang dituturkan orang dalam bentuk kalimat atau wacana. Unsur bahasa yang termasuk di dalam sintaksis adalah kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana.
Morfologi mempelajari dan menganalisis struktur, bentuk, klasifikasi kata-kata. Dalam kajian morfologi dikenal istilah morferm yang didalamnya terdapat jenis dan klasfikasi dari morferm itu sendiri.
Sintaksis adalah tata bahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan. Tuturan dalam hal ini menyangkut apa yang dituturkan orang dalam bentuk kalimat atau wacana. Unsur bahasa yang termasuk di dalam sintaksis adalah kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana.
DAFTAR PUSTAKA
- Verhaar, J.W.M. 2010. Asas-asas Linguistik Umum. Gadjah Mada University Press
- Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta : PT. Rineka Cipta
- Alwasilah, A. Chaedar. 2011. Beberapa Madzhab dan Dikotomi Teori Linguistik. Bandung : Angkasa.
- Pateda, Mansoer. 2011. Linguistik Sebuah Pengantar. Bandung : Angkasa
Isi materi menurut halaman dalam buku:
- Abdul Chaer, Linguistik Umum, Jakarta, 2007, hal 102
- J.W.M. Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum, Yogyakarta, 2010, hal 68
- Dr. Mansoer Pateda, Linguistik Sebuah Pengantar, Bandung, 2011, hal. 69
- A. Chaedar Alwasilah, Linguistik Suatu Pengantar, Bandung,1993, hal 110
- J.W.M. Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum, Yogyakarta, 2010, hal 105
- Abdul Chaer, Linguistik Umum, Jakarta, 2007, hal 151
- J.W.M. Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum, Yogyakarta, 2010, hal 98
- Dr. Mansoer Pateda, Linguistik Sebuah Pengantar, Bandung, 2011, hal. 97
- J.W.M. Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum, Yogyakarta, 2010, hal 161
- Abdul Chaer, Linguistik Umum, Jakarta, 2007, hal 219
- Abdul Chaer, Linguistik Umum, Jakarta, 2007, hal 222
- Abdul Chaer, Linguistik Umum, Jakarta, 2007, hal 235